Selasa, 27 Mei 2008

Konstruktivisme

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Langsung ke: navigasi, cari

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

  1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
  2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
  3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
  4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
  5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
  6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.

FILSAFAT PENDIDIKAN

Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.

Beberapa aliran filsafat pendidikan;

1. Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat pragmatisme.

2. Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan realisme; dan

3. Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.

Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

3. ESENSIALISME DAN PERENIALISME

Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada.

Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut.

Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersehut. Menunut realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.

Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut. perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.

Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:

1. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal (Plato)

2. Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles)

3. Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas)

Adapun norma fundamental pendidikan menurut J. Maritain adalah cinta kebenaran, cinta kebaikan dan keadilan, kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi serta cinta kerjasama.

Senin, 26 Mei 2008

FILAFAT PERENIALISME

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai – nilai atau prinsip – prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.


PANDANGAN MENGENAI KENYATAAN
Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama ialah jaminan bahwa “reality is universal that is every where and at every moment the same “ (2:299) “ realita itu bersifat universal bahwa realita itu ada di mana saja dan sama di setiap waktu.” Dengan keputusan yang bersifat ontologism kita akan sampai pada pengertian – pengerian hakikat. Ontologi perenialisme berisikan pengertian : benda individual, esensi, aksiden dan substansi.
• Benda individual adalah benda yang sebagaimana nampak di hadapan manusia yang dapat ditangkap oleh indera kita seperti batu, kayu,dll
• Esensi dari sesuatu adalah suatu kualitas tertentu yang menjadikan benda itu lebih baik intrinsic daripada halnya, misalnya manusia ditinjau dari esensinya adalah berpikir
• Aksiden adalah keadaan khusus yang dapat berubah – ubah dan sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensialnya, misalnya orang suka barang – barang antic
• Substansi adalah suatu kesatuan dari tiap –tiap hal individu dari yang khas dan yang universal, yang material dan yang spiritual.
Menurut Plato, perjalanan suatu benda dalam fisika menerangkan ada 4 kausa.
• Kausa materialis yaitu bahan yang menjadi susunan sesuatu benda misalnya telor, tepung dan gula untuk roti
• Kausa formalis yaitu sesuatu dipandang dari formnya, bentuknya atau modelnya, misalnya bulat, gepeng, dll
• Kausa efisien yaitu gerakan yang digunakan dalam pembuatan sesuatu cepat, lambat atau tergesa – tergesa,dll
• Kausa finalis adalah tujuan atau akhir dari sesuatu. Katakanlah tujuan pembuatan sebuah patung.

PANDANGAN MENGENAI NILAI
Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sedangkan perbuatan manusia merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan. Secara teologis, manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi, yaitu nilai yang merupakan suatu kesatuan dengan Tuhan. Untuk dapat sampai kesana manusia harus berusaha dengan bantuan akal rationya yang berarti mengandung nilai kepraktisan.
Menurut Aristoteles, kebajikan dapat dibedakan: yaitu yang moral dan yang intelektual. Kebajikan moral adalah kebajikan yang merupakan pembentukan kebiasaan, yang merupakan dasar dari kebajikan intelektual. Jadi, kebajikan intelektual dibentuk oleh pendidikan dan pengajaran. Kebajikan intelektual didasari oleh pertimbangan dan pengawasan akal. Oleh perenialisme estetika digolongkan kedalam filsafat praktis. Kesenian sebagai salah satu sumber kenikmatan keindahan adalah suatu kebajikan intelektual yang bersifat praktis filosofis. Hal ini berarti bahwa di dalam mempersoalkan masalah keindahan harus berakar pada dasar – dasar teologis, ketuhanan.

PANDANGAN MENGENAI PENGETAHUAN
Kepercayaan adalah pangkal tolak perenialisme mengenai kenyataan dan pengetahuan. Artinya sesuatu itu ada kesesuaian antara piker (kepercayaan) dengan benda – benda. Sedang yang dimaksud benda adalah hal – hal yang adanya bersendikan atas prinsip keabadian.Oleh karena itu, menurut perenialisme perlu adanya dalil – dalil yang logis, nalar, sehingga sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya. Menurut Aristoteles, Prinsip – prinsip itu dapat dirinci menjadi :
• Principium identitatis, yaitu identitas sesuatu. Contohnya apabila si Bopeng adalah benar – benar si Bopeng ia todak akan menjadi Si Panut.
• Principium contradiksionis ( prinsipium kontradiksionis), yaitu hukum kontradiksi (berlawanan). Suatu pernyataan pasti tidak mengandung sekaligus kebenaran dan kesalahan, pasti hanya mengandung satu kenyataan yakni benar atau salah.
• Principium exelusi tertii (principium ekselusi tertii), tidak ada kemungkinan ketiga. Apabila pernyataan atau kebenaran pertama salah, pasti pernyataan kedua benar dan sebaliknya apabila pernyataan pertama benar pasti pernyataan yang berikutnya tidak benar.
• Principium rationis sufisientis. Prinsip ini pada dasarnya mengetengahkan apabila barang sesuatu dapat diketahui asal muasalnya pasti dapat dicari pula tujuan atau akibatnya.
Perenialisme mengemukakan adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat.
• Science sebagai ilmu pengetahuan
Science yang meliputi biologi, fisika, sosiologi, dan sebagainya ialah pengetahuan yang disebut sebagai “empiriological analysis” yakni analisa atas individual things dan peristiwa – peristiwa pada tingkat pengalaman dan bersifat alamiah. Science seperti ini dalam pelaksanaan analisa dan penelitiannya mempergunakan metode induktif. Selain itu, juga mempergunakan metode deduktif, tetapi pusat penelitiannya ialah meneliti dan mencoba dengan data tertentu yang bersifat khusus.
• Filsafat sebagai pengetahuan
Menurut perenialisme, fisafat yang tertinggi ialah “ilmu” metafisika. Sebab, science dengan metode induktif bersifat empiriological analysis (analisa empiris); kebenarannya terbatas, relatif atau kebenarannya probability. Tetapi filsafat dengan metode deduktif bersifat ontological analysis, kebenaran yang dihasilkannya universal, hakiki, dan berjalan dengan hukum – hukum berpikir sendiri, berpangkal pada hukum pertama; bahwa kesimpulannya bersifat mutlak, asasi. Hubungan filsafat dan pengetahuan tetap diakui urgensinya, sebab analisa empiris dan analisa ontology keduanya dianggap perenialisme dapat komplementatif. Tetapi filsafat tetap dapat berdiri sendiri dan ditentukan oleh hukum –hukum dalam filsafat sendiri, tanpa tergantung kepada ilmu pengetahuan.

PANDANGAN TENTANG PENDIDIKAN
Teori atau konsep pendidikan perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat – filsafat Plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik, dan filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan ajaran Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya
1. Plato
Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian, yaitu fisafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral menurut sofisme adalah manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral dan kebenaran, tergantung pada masing – masing individu. Plato berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah karena telah ada pada diri manusia sejak dari asalnya. Menurut Plato, “dunia idea”, yang bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Manusia menemukan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral dengan menggunakan akal atau ratio.
Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan. Masyarakat yang ideal adalah masyarakat adil sejahtera. Manusia yang terbaik adalah manusia yang hidup atas dasar prinsip “idea mutlak”, yaitu suatu prinsip mutlak yang menjadi sumber realitas semesta dan hakikat kebenaran abadi yang transcendental yang membimbing manusia untuk menemukan criteria moral, politik, dan social serta keadilan. Ide mutlak adalah Tuhan
2. Aristoteles
Aristoteles (384 – 322 SM) adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat realisme. Ia mengajarkan cara berpikir atas prinsip realistis, yang lebih dekat pada alam kehidupan manusia sehari – hari. Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan social. Sebagai makhluk rohani, manusia sadar ia akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal
Perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat mencapainya. Ia menganggap penting pula pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral. Aristoteles juga menganggap kebahagiaan sebagai tujuan dari pendidikan yang baik. Ia mengembangkan individu secara bulat, totalitas. Aspek – aspek jasmaniah, emosi, dan intelek sama dikembangkan, walaupun ia mengakui bahwa “kebahagiaan tertinggi ialah kehidupan berpikir” (2:317)
3. Thomas Aquinas
Thomas berpendapat pendidikan adalah menuntun kemampuan – kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap –tiap individu. Seorang guru bertugad untuk menolong membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari anak agar menjadi aktif dan nyata. Menurut J.Maritain, norma fundamental pendidikan adalah :
• Cinta kebenaran
• Cinta kebaikan dan keadilan
• Kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi
• Cinta kerjasama
Kaum perenialis juga percaya bahwa dunia alamiah dan hakikat manusia pada dasarnya tetap tidak berubah selam berabad – abad : jadi, gagasan – gagasan besar terus memiliki potensi yang paling besar untuk memecahkan permasalahan – permasalahan di setiap zaman. Selain itu, filsafat perenialis menekankan kemampuan – kemampuan berpikir rasional manusia sehingga membedakan mereka dengan binatang – binatang lain.

PANDANGAN MENGENAI BELAJAR
Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah :
? Mental disiplin sebagai teori dasar
Penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berpikir (mental discipline) adalah salah satu kewajiban tertinggi dari belajar, atau keutamaan dalam proses belajar (yang tertinggi). Karena itu teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.
? Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan.
Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan ; otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan pendidikan ialah membantu manusia untuk menjadi dirinya sendiri, be him-self, sebagai essential-self yang membedakannya daripada makhluk- makhluk lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan ini, yaitu aktualitas manusia sebagai makhluk rasional yang dengan itu bersifat merdeka.
? Learning to Reason ( Belajar untuk Berpikir)
Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
? Belajar sebagai Persiapan Hidup
Bagi Thomisme, belajar untuk berpikir dan belajar untuk persiapan hidup (dalam masyarakat) adalah dua langkah pada jalan yang sama, yakni menuju kesempurnaan hidup, kehidupan duniawi menuju kehidupan syurgawi.
? Learning through Teaching (belajar melalui Pengajaran)
Adler membedakan antara “learning by instruction” dan “learning by discovery”, penyelidikan tanpa bantuan guru. Dan sebenarnya learning by instruction adalah dasar dan menuju learning by discovery, sebagai self education. Menurut perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai “murid” yang mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi – potensi self discovery ; dan ia melakukan “moral authority”atas murid –muridnya, karena ia adalah seorang professional yang qualified dan superior dibandingkan muridnya.

FILAFAT PERENIALISME

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai – nilai atau prinsip – prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.


PANDANGAN MENGENAI KENYATAAN
Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama ialah jaminan bahwa “reality is universal that is every where and at every moment the same “ (2:299) “ realita itu bersifat universal bahwa realita itu ada di mana saja dan sama di setiap waktu.” Dengan keputusan yang bersifat ontologism kita akan sampai pada pengertian – pengerian hakikat. Ontologi perenialisme berisikan pengertian : benda individual, esensi, aksiden dan substansi.
• Benda individual adalah benda yang sebagaimana nampak di hadapan manusia yang dapat ditangkap oleh indera kita seperti batu, kayu,dll
• Esensi dari sesuatu adalah suatu kualitas tertentu yang menjadikan benda itu lebih baik intrinsic daripada halnya, misalnya manusia ditinjau dari esensinya adalah berpikir
• Aksiden adalah keadaan khusus yang dapat berubah – ubah dan sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensialnya, misalnya orang suka barang – barang antic
• Substansi adalah suatu kesatuan dari tiap –tiap hal individu dari yang khas dan yang universal, yang material dan yang spiritual.
Menurut Plato, perjalanan suatu benda dalam fisika menerangkan ada 4 kausa.
• Kausa materialis yaitu bahan yang menjadi susunan sesuatu benda misalnya telor, tepung dan gula untuk roti
• Kausa formalis yaitu sesuatu dipandang dari formnya, bentuknya atau modelnya, misalnya bulat, gepeng, dll
• Kausa efisien yaitu gerakan yang digunakan dalam pembuatan sesuatu cepat, lambat atau tergesa – tergesa,dll
• Kausa finalis adalah tujuan atau akhir dari sesuatu. Katakanlah tujuan pembuatan sebuah patung.

PANDANGAN MENGENAI NILAI
Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sedangkan perbuatan manusia merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan. Secara teologis, manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi, yaitu nilai yang merupakan suatu kesatuan dengan Tuhan. Untuk dapat sampai kesana manusia harus berusaha dengan bantuan akal rationya yang berarti mengandung nilai kepraktisan.
Menurut Aristoteles, kebajikan dapat dibedakan: yaitu yang moral dan yang intelektual. Kebajikan moral adalah kebajikan yang merupakan pembentukan kebiasaan, yang merupakan dasar dari kebajikan intelektual. Jadi, kebajikan intelektual dibentuk oleh pendidikan dan pengajaran. Kebajikan intelektual didasari oleh pertimbangan dan pengawasan akal. Oleh perenialisme estetika digolongkan kedalam filsafat praktis. Kesenian sebagai salah satu sumber kenikmatan keindahan adalah suatu kebajikan intelektual yang bersifat praktis filosofis. Hal ini berarti bahwa di dalam mempersoalkan masalah keindahan harus berakar pada dasar – dasar teologis, ketuhanan.

PANDANGAN MENGENAI PENGETAHUAN
Kepercayaan adalah pangkal tolak perenialisme mengenai kenyataan dan pengetahuan. Artinya sesuatu itu ada kesesuaian antara piker (kepercayaan) dengan benda – benda. Sedang yang dimaksud benda adalah hal – hal yang adanya bersendikan atas prinsip keabadian.Oleh karena itu, menurut perenialisme perlu adanya dalil – dalil yang logis, nalar, sehingga sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya. Menurut Aristoteles, Prinsip – prinsip itu dapat dirinci menjadi :
• Principium identitatis, yaitu identitas sesuatu. Contohnya apabila si Bopeng adalah benar – benar si Bopeng ia todak akan menjadi Si Panut.
• Principium contradiksionis ( prinsipium kontradiksionis), yaitu hukum kontradiksi (berlawanan). Suatu pernyataan pasti tidak mengandung sekaligus kebenaran dan kesalahan, pasti hanya mengandung satu kenyataan yakni benar atau salah.
• Principium exelusi tertii (principium ekselusi tertii), tidak ada kemungkinan ketiga. Apabila pernyataan atau kebenaran pertama salah, pasti pernyataan kedua benar dan sebaliknya apabila pernyataan pertama benar pasti pernyataan yang berikutnya tidak benar.
• Principium rationis sufisientis. Prinsip ini pada dasarnya mengetengahkan apabila barang sesuatu dapat diketahui asal muasalnya pasti dapat dicari pula tujuan atau akibatnya.
Perenialisme mengemukakan adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat.
• Science sebagai ilmu pengetahuan
Science yang meliputi biologi, fisika, sosiologi, dan sebagainya ialah pengetahuan yang disebut sebagai “empiriological analysis” yakni analisa atas individual things dan peristiwa – peristiwa pada tingkat pengalaman dan bersifat alamiah. Science seperti ini dalam pelaksanaan analisa dan penelitiannya mempergunakan metode induktif. Selain itu, juga mempergunakan metode deduktif, tetapi pusat penelitiannya ialah meneliti dan mencoba dengan data tertentu yang bersifat khusus.
• Filsafat sebagai pengetahuan
Menurut perenialisme, fisafat yang tertinggi ialah “ilmu” metafisika. Sebab, science dengan metode induktif bersifat empiriological analysis (analisa empiris); kebenarannya terbatas, relatif atau kebenarannya probability. Tetapi filsafat dengan metode deduktif bersifat ontological analysis, kebenaran yang dihasilkannya universal, hakiki, dan berjalan dengan hukum – hukum berpikir sendiri, berpangkal pada hukum pertama; bahwa kesimpulannya bersifat mutlak, asasi. Hubungan filsafat dan pengetahuan tetap diakui urgensinya, sebab analisa empiris dan analisa ontology keduanya dianggap perenialisme dapat komplementatif. Tetapi filsafat tetap dapat berdiri sendiri dan ditentukan oleh hukum –hukum dalam filsafat sendiri, tanpa tergantung kepada ilmu pengetahuan.

PANDANGAN TENTANG PENDIDIKAN
Teori atau konsep pendidikan perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat – filsafat Plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik, dan filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan ajaran Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya
1. Plato
Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian, yaitu fisafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral menurut sofisme adalah manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral dan kebenaran, tergantung pada masing – masing individu. Plato berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah karena telah ada pada diri manusia sejak dari asalnya. Menurut Plato, “dunia idea”, yang bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Manusia menemukan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral dengan menggunakan akal atau ratio.
Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan. Masyarakat yang ideal adalah masyarakat adil sejahtera. Manusia yang terbaik adalah manusia yang hidup atas dasar prinsip “idea mutlak”, yaitu suatu prinsip mutlak yang menjadi sumber realitas semesta dan hakikat kebenaran abadi yang transcendental yang membimbing manusia untuk menemukan criteria moral, politik, dan social serta keadilan. Ide mutlak adalah Tuhan
2. Aristoteles
Aristoteles (384 – 322 SM) adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat realisme. Ia mengajarkan cara berpikir atas prinsip realistis, yang lebih dekat pada alam kehidupan manusia sehari – hari. Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan social. Sebagai makhluk rohani, manusia sadar ia akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal
Perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat mencapainya. Ia menganggap penting pula pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral. Aristoteles juga menganggap kebahagiaan sebagai tujuan dari pendidikan yang baik. Ia mengembangkan individu secara bulat, totalitas. Aspek – aspek jasmaniah, emosi, dan intelek sama dikembangkan, walaupun ia mengakui bahwa “kebahagiaan tertinggi ialah kehidupan berpikir” (2:317)
3. Thomas Aquinas
Thomas berpendapat pendidikan adalah menuntun kemampuan – kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap –tiap individu. Seorang guru bertugad untuk menolong membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari anak agar menjadi aktif dan nyata. Menurut J.Maritain, norma fundamental pendidikan adalah :
• Cinta kebenaran
• Cinta kebaikan dan keadilan
• Kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi
• Cinta kerjasama
Kaum perenialis juga percaya bahwa dunia alamiah dan hakikat manusia pada dasarnya tetap tidak berubah selam berabad – abad : jadi, gagasan – gagasan besar terus memiliki potensi yang paling besar untuk memecahkan permasalahan – permasalahan di setiap zaman. Selain itu, filsafat perenialis menekankan kemampuan – kemampuan berpikir rasional manusia sehingga membedakan mereka dengan binatang – binatang lain.

PANDANGAN MENGENAI BELAJAR
Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah :
? Mental disiplin sebagai teori dasar
Penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berpikir (mental discipline) adalah salah satu kewajiban tertinggi dari belajar, atau keutamaan dalam proses belajar (yang tertinggi). Karena itu teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.
? Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan.
Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan ; otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan pendidikan ialah membantu manusia untuk menjadi dirinya sendiri, be him-self, sebagai essential-self yang membedakannya daripada makhluk- makhluk lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan ini, yaitu aktualitas manusia sebagai makhluk rasional yang dengan itu bersifat merdeka.
? Learning to Reason ( Belajar untuk Berpikir)
Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
? Belajar sebagai Persiapan Hidup
Bagi Thomisme, belajar untuk berpikir dan belajar untuk persiapan hidup (dalam masyarakat) adalah dua langkah pada jalan yang sama, yakni menuju kesempurnaan hidup, kehidupan duniawi menuju kehidupan syurgawi.
? Learning through Teaching (belajar melalui Pengajaran)
Adler membedakan antara “learning by instruction” dan “learning by discovery”, penyelidikan tanpa bantuan guru. Dan sebenarnya learning by instruction adalah dasar dan menuju learning by discovery, sebagai self education. Menurut perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai “murid” yang mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi – potensi self discovery ; dan ia melakukan “moral authority”atas murid –muridnya, karena ia adalah seorang professional yang qualified dan superior dibandingkan muridnya.

Selasa, 06 Mei 2008

Karaktereristik Guru

1. Karakteristik Guru yang Disukai

a. Humoris, artinya guru itu harus bisa membuat siswa tidak merasa bosan tinggal di dalam kelas. Guru itu bisa membawa suasana yang menyenangkan dalam kelas, bisa memberikan meteri pembelajarannya dengan cara yang humor artinya cara penyampaiannya itu tidak dengan kekerasan yang membuat siswa itu takut.

b. Berwawasan luas atau memiliki intelektual yang tinggi. Artinay seorang guru itu mampu memberikan materi yang benar-benar ia kuasai secara kompeten atau ahli dalam bidang itu.

c. Memotivasi, artinya guru itu harus bisa memotivasi siswanya menuju masa depan yang lebih baik misalnya meotivasi untuk belajar, untuk beribadah, untuk menjauhkan dari perbuatan maksiat, sehingga dengan hadirnya seorang guru itu mampu mengarahkan siswanya untuk bersikap lebih dewasa.

d. berkepribadian muslim, artinya guru itu memiliki sifat-sifat yang baik, berpendidikan yang islami, taat dan patuh menjalankan syariat-syariat islam seperti solat lima waktu, puasa dibulan Romadon, sering beramal, dll. Dan dapat menjadi tauladan yang baik bagi siswanya.

e. Rajin dan sabar. Artinya guru itu tidak merasa berat dan malas dalam menyampaikan materi, datang tepat waktu, tidak apabila seorang murid bertanya, dia tidak merasa berat untuk menjawab dengan jawaban yang memuaskan, serta guru itu sabar dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebgai seorang guru.

2. Karakteristik Guru yang Tidak Disukai

a. Galak dan pemarah, artinya guru itu tidak dapat mengendalikan emosinya, tindakannya selalu dilandasi dengan kekerasan dan dalam menyampaikan materinya itu secara kasar sehingga membuat sisiwa takut dan dapat melemahkan potensi yang ada pada siswa.

b. Tidak menguasai materi, artinya guru itu tidak memilki potensi dalam mengajar, kemampuannya hanya sedikit, dan apabila ada permasalah dalam pengajaran guru itu tidak bisa memecahkan persoaalan itu dengan baik, misalnya apabila seorang siswa bertanya tentang suatu masalah kepada guru itu, guru itu tidak bisa menjawabnya karena kurangnya ilmu.

c. Egois, artinya guru itu hanya mementingkan kepantingan pribadinya sendiri. Misalnya seorang guru itu memerintahkan agar semua tugas segera diselesaikan dalam waktu yang sangat cepat dengan beban tugas yang berat sementara guru itu tidak melihat situasi dan kondisi yang ada pada murid, guru itu hanya memerintah sesuka hatinya saja tanpa memperdulikan apakah muridnya sanggup atau tidak.

d. Pemarah, marah itu boleh-boleh saja asalkan tepat penggunaanya misalnya, tetapi kalau pemarah itu yang tidak boleh artinya jika ada sesuatu yang sedikit saja yang tidak sesuai keinginannya, guru itu langsung cepat naiak darah dan tidak bisa mengontrol emosinya apalagi marahnya itu dibarengi dengan tindakan kekerasan yang tidak hanya merugikan orang lain tetapi juga bagi dirinya sendiri. Banyak telah kita dengar di televisi seorang guru yang tega meghabisi nyawa muridnya, ini menandakan bahwa guru itu mendidik dengan cara kekerasan.

e. Tidak adil dan tidak sabar. Artinya guru itu memberikan sesuatu yang dapat menimbulkan perbedaan yang mencolok di antara murid seperti pilih kasih terhadap murid yang pintar saja sementara murid yang kurang pintar itu dijauhi. Dan tidak sabar dalam menjalankan tugas, apabila ada seorang murid yang prilakunya menyimpang maka guru itu langsung bertindak secara keras tanpa memberi nasihat terlebih dahulu.

Jumat, 11 April 2008

Teori Motivasi Maslow
Struktur dan fungsi di dalam badan organisme mempunyai keperluan yang tertentu. Telah diakui bahawa manusia sebagai makhluk yang paling tinggi mempunyai keperluan yang kompleks. Berdasarkan Atan Long ( 1976 : 131 ), Maslow (1954) telah menjelaskan bahawa keperluan-keperluan manusia itu berperingkat-peringkat. Sesuatu peringkat keperluan yang lebih tinggi tidak mungkin diperolehi sebelum keperluan yang lebih rendah peringkatnya dipenuhi terlebih dahulu. Pada peringkat yang paling asas terdapat keperluan hayat ataupun keperluan fisiologi. Setelah keperluan ini dipenuhi baharulah keperluan keselamatan, diikuti keperluan kasih-sayang, seterusnya peringkat penghargaan kendiri atau penghormatan diri dan peringkat tertinggi atau puncak bagi keperluan manusia adalah peringkat keperluan bagi penyempurnaan kendiri.
Peringkat keperluan manusia mengikut teori Maslow ini dapat dilihat seperti rajah di bawah.

1. Keperluan Estetik

2. Keperluan Mengetahui

3. Penyempurnaan Diri

4. Penghargaan Kendiri

5. Kasih Sayang

6. Keselamatan

7. Fisiologi

Model Maslow yang berbentuk peringkat itu merupakan perkembangan ‘ontological’ individu kerana setiap peringkat perkembangan perlu dilalui oleh individu misalnya pada masa bayi atau kanak-kanak, individu memerlukan perlindungan dan keselamatan, diikuti dengan kasih-sayang, dan penghormatan diri dan keperluan ini terus bertambah sehingga kepada peringkat penyempurnaan kendiri. Kajiannya mendapati semakin tinggi keperluan individu itu maka semakin kurang pergantungan kepada persekitaran social kerana dalam hal ini individu menggunakan pengalaman lampau untuk menentukan tingkah-lakunya. Pada masa ini motivasi bergantung kepada kemahuan dalaman, kemampuan, potensi, bakat, dan kreativiti impuls individu. Sementara itu persekitaran sosial merupakan faktor desakan dalam mencapai kemahuan ini. Maka dengan itulah juga Maslow menamakan keperluan peringkat terbawah sebagai keperluan kekurangan dan peringkat paling tinggi sebagai keperluan perkembangan.

2.1 Keperluan Fisiologi
Mengikut teori Maslow, peringkat ini merupakan keperluan yang paling asas. Keperluan ini adalah penting bagi kehidupan sesuatu organisme, apatah lagi manusia. Keperluan asas ini merangkumi apa yang diperlukan untuk diri atau fizikal seseorang seperti keperluan mendapatkan makanan, minuman dan tempat tinggal. Membicarakan teori motivasi Maslow dalam konteks pendidikan, pelajar-pelajar yang mendapat kurang makanan tidak dapat menumpukan perhatian yang sepenuhnya terhadap pelajaran mereka. Ini kerana kesan daripada kekurangan keperluan ini akan mengakibatkan kesihatan pelajar terganggu atau terjejas. Bagi mengelakkan perkara ini berlaku, para guru sepatutnya memberikan perhatian dan mengambil berat kepada tanda-tanda yang menunjukkan apa-apa kekurangan dari segi fizikal pelajar itu. Sekiranya keperluan ini tidak dipenuhi pelajar akan kurang bermotivasi atau berminat terhadap pelajaran.
Selain itu, salah satu lagi yang termasuk dalam keperluan asas manusia adalah keperluan seks. Keperluan ini akan mencapai kemuncaknya apabila seseorang itu mencapai peringkat baligh. Melalui keperluan ini, setiap individu dapat mengetahui peranan jantina masing-masing. Mereka perlu berkahwin untuk memenuhi keperluan seks. Bagi remaja yang cuba memenuhi keperluan seks melalui hubungan seks yang tidak selamat, boleh mendatangkan penyakit yang berbahaya kepada mereka. Kekurangan keperluan seks boleh menyebabkan seseorang individu tidak dapat melakukan tugasan lain kerana keperluan ini adalah merupakan keperluan utama yang perlu dipenuhi terlebih dahulu.

2.5 Keperluan Keselamatan
Telah menjadi lumrah setiap yang bernyawa, aspek keselamatan amat penting dalam hidup. Demikianlah tiap-tiap individu memerlukan keperluan ini tetapi dengan kekuatan yang berbeza-beza.. Ada individu yang kurang mempunyai keperluan ini dan menjadikannya lebih gemar bersendirian, tetapi ada individu yang mempunyai keperluan ini dengan kuatnya sehingga menjadikannya bergantung di dalam banyak hal kepada orang lain. Keperluan ini boleh jadi timbul daripada keadaan anak-anak kecil yang tidak dapat hidup dengan sendirinya dan memaksa ia bergantung kepada orang dewasa terutama ibu bapa untuk mendapatkan keperluan ini agar ia sentiasa dilindungi. Sebagai contoh semasa dalam kesakitan seorang kanak-kanak amat memerlukan jagaan ibu bapa. Sikap kepekaan dan keprihatinan seorang ibu atau bapa yang bertanggungjawab diharapkan demi menjaga keselamatannya dan hasil penyelidikan yang dibuat oleh Harlow dan Zimmerman (1958) berdasarkan kajiannya turut menunjukkan betapa pentingnya perdampingan dan sentuhan orang dewasa kepada seseorang kanak-kanak.
Hal yang sedemikian turut berlaku di dalam kelas. Pelajar-pelajar memerlukan keselamatan daripada seorang guru iaitu dalam bentuk disiplin. Oleh itu dari peringkat awal lagi, kanak-kanak perlu diajar akan disiplin ini. Mereka tidak boleh dibiarkan mendisiplinkan diri mereka sendiri. Sebagai seorang yang berpengalaman, wajarlah ibu bapa memainkan peranannya dalam mendidik dan mengajari kanak-kanak akan hal ini.
Di dalam kelas guru pula berperanan besar. Keselamatan di dalam kelas dapat dijamin jikalau seseorang guru itu bertindak dengan konsisten. Ini kerana pelajar-pelajar itu akan dapat belajar dengan lebih berkesan jika mereka dapat mengetahui perasaan atau ‘mood’’ guru itu. Contohnya, cara seseorang guru itu memberikan arahan. Semestinya setiap arahan yang diberi tidak bercanggah. Di samping itu apa yang penting juga guru seharusnya ada sikap toleransi terhadap para pelajarnya. Ini kerana pelajar-pelajar akan berasa selamat dan membolehkan mereka dapat menumpukan perhatian sepenuhnya terhadap proses pembelajaran.

2.3 Keperluan Kasih-sayang
Berdasarkan Teori Maslow, turut diperlukan keperluan ini untuk mendapatkan hubungan yang mesra, kasih-sayang, dan perasaan diri. Kebiasaan yang berlaku di dalam kelas, pelajar kadang-kadang akan berasa terganggu apabila terjadi perkelahian atau perbalahan antara satu sama lain. Mereka berasakan diri dan emosi mereka berada di dalam keadaan yang tidak stabil menyebabkan tidak dapat menumpukan perhatian terhadap proses pembelajaran mereka. Keadaan ini akan menjadi lebih kritikal dan tegang jikalau mereka dimarahi pula oleh guru dan dikenakan denda. Situasi ini akan menimbulkan rasa tidak senang di kalangan pelajar terbabit dan merasakan diri mereka seolah-olah tidak disukai, dihargai, atau tidak dipedulikan oleh guru mahupun kawan-kawan. Ekoran daripada itu keinginan, minat, juga kehendak atau motivasi mereka untuk belajar akan pudar dan lenyap.
Dalam konteks ini, guru perlulah memberi tunjuk-ajar kepada mereka dengan menasihati atau mengadakan sesi kaunseling untuk mengeratkan hubungan yang baik sesama mereka. Apa yang penting juga ini akan dapat memelihara hubungan yang baik dan mesra di antara pelajar dengan guru. Melalui cara ini, pelajar akan merasakan mereka diterima, dihormati, serta dihargai oleh anggota lain dalam komuniti yang kecil dan mereka ada hak milik keanggotaan dalam komuniti tersebut. Secara tidak langsung, proses pengajaran pembelajaran berjalan dengan baik, harmonis, lancar, dan berkesan kerana masing-masing individu telah dapat memenuhi keperluan kehendaknya.

2.4 Keperluan Penghargaan Kendiri
Satu unsur besar dalam pembinaan konsep kendiri adalah penerimaan. Penerimaan oleh keluarga, guru dan rakan sebaya amatlah penting. Penerimaan bermaksud menghargai sifat-sifat istimewa individu sebagai manusia unik yang bebeza dengan individu lain dari segi sikap, pengetahuan dan kemahiran.Penerimaan bererti memberi peluang kepada individu belajar menerima diri mereka sendiri.Penerimaan rakan sebaya penting supaya mereka tidak merasa tersingkir.Murid yang diterima kerap kali memperolehi prestasi akademik yang tinggi berbanding individu yang tidak diterima rakan sebaya. Murid yang diterima merasai diri mereka dihargai, dikasihi dan bernilaai.Oleh itu mereka dapat berinteraksi secara positif membincangkan masalah pembelajaran dalam kumpulan.Guru perlu menyediakan aktivviti seperti projek-projek bagi setiaap murid supaya mereka dapat berdamping dan mendampingi murid yang lain.
Setiap individu memerlukan penilaian yang tinggi dan stabil tentang diri mereka. Bagi memenuhi kehendak atau membolehkan perkara ini berlaku, terlebih dahulu seseorang itu perlu menghormati dirinya sendiri dan berusaha pula menjadikan dirinya dihargai oleh orang lain. Faktor yang penting ialah keperluan ini dapat dipenuhi apabila seseorang itu mempunyai keyakinan diri dan kebebasan, juga pengiktirafan, perhatian, dan penilaian diri orang lain. Konsep ego seseorang itu berkait rapat dengan perasaan penghargaan diri. Berdasarkan Saedah, Zainun, dan Tunku Mohani (1996 : 13) mengungkap kata-kata Kubiniec, 1970, ‘Orang yang mempunyai konsep diri yang kuat lebih berkemungkinan mencapai kejayaan akademik Ini bertepatan sekali jika dihubungkaitkan dengan diri seseorang pelajar itu. Rasa ingin tahu mempunyai pertalian yang erat untuk memenuhi kehendak ini. Rasa ingin tahu ini juga akan menggerakkan pelajar tersebut mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang menarik perhatian mereka.
Keinginan ini juga mendorong pelajar untuk belajar dan mencari pengetahuan dengan membaca buku, mentelaah, menjalani proses pembelajaran atau mencuba berbagai-bagai perkara yang belum dialaminya. Oleh itu menjadi tugas seseorang guru memberikan tugasan, yang sesuai untuk diterokai serta yang mampu dan boleh dilaksanakan oleh pelajar. Pelajar akan merasakan diri mereka penting apabila sesuatu tugasan yang diberi dapat dilaksanakan dengan sebaiknya. Ini dapat memupuk diri pelajar untuk lebih berkeyakinan seterusnya keinginan dan minat mereka untuk terus belajar dan berjaya makin meluap-luap. Seseorang guru juga perlu berusaha dan memastikan jangan ada pelajarnya yang gagal atau tercicir kerana mereka ini akan merasakan penghargaan dirinya amat rendah.

2.5 Keperluan Penyempurnaan Kendiri
Konsep kendiri adalah pengertian atau kefahaman seseorang terhadap dirinya sebagai individu yang asing yang memiliki satu ciri-ciri yang unik atau istimewa ( Shaffer,1985 ).Ia membawa maksud bagaiman seseorang individu itu berpendapat dan menganggap dirinya.Penyempurnaan kendiri pula bermaksud apa yang seseorang itu boleh jadi, ia mesti jadi, iaitu potensinya dilahirkan. Anggapan dan pendapat itu adalah berasaskan kepekaan dan kesedaran tentang kekuatan dan kelemahannya.Kesedaran itu pula lahir daripada maklum balas, gerakbalas atau preaksi individu lain disepanjang pergaulan, sosialisasi atau interaksi dengan individu lain.
Cohen (1959) menjelaskan bahawa orang yang mempunyai konsep kendiri yang tinggi dikonsepsikan sebagai orang yang menyukai atau menghargai dirinya dengan melihat dirinya berkebolehan dalam hubungan dengan dunia luar. Manakala mereka yang mempunyai konsep kendiri yang rendah pula melihat dirinya sebagai orang yaang membenci dan tidak menghargai dirinya.Iaitu seseorang yang tidak berkebolehan untuk berhubung secara berkesan dengaan persekitarannya.
Peringkat penyempurnaan kendiri ini adalah peringkat yang paling tinggi dan hanya diperolehi apabila semua keperluan peringkat bawah itu telah dipenuhi. Demikian pula mengikut Atan Long (1976 : 148) daripada Maslow (1970), keperluan untuk penyempurnaan kendiri itu adalah keperluan yang menjadi kemuncak atau yang tertinggi di dalam peringkat sistem keperluan manusia. Keperluan ini hanya dapat dicapai setelah seseorang itu memenuhkan keperluan lain yang terdapat pada peringkat yang lebih bawah di dalam sistem keperluan tadi. Menurutnya lagi, keperluan penyempurnaan diri ini merupakan pemenuhan keseluruhan keperluan manusia.
Ini bermakna seseorang yang telah mencapai peringkat ini telah dapat memenuhi keperluan untuk mendapatkan keindahan dan estetika; ia telah dapat dengan sepenuhnya akan makna hidup; ia dapat menerima keadaan dirinya dan orang lain; ia merasakan gembira tentang nikmat hidup dan telah menggunakan kebolehannya dengan semaksimanya.
Penerimaan diri berlaku melalui sosialisasi dengan individu lain.Sikiranya individu itu diterima oleh orang lain, dia juga akan menerima dirinya.Penerimaan diri boleh mempengaruhi tindak tanduk individu dalam menghadapi cabaran hidup ini.Manakal perhargaan diri pula bermaksud sikap penerimaan atau tidak penerimaan individu terhadap dirinya.Individu yang tinggi penghargaan dirinya selalu berkebolehan membenteras dan mengatasi kegawatan persenoliti serta kurang upaya mengendalikan masalah yang timbul dalam hidupnya.
Untuk membina konsep kendiri yang positif ibu pada dan para pendidik perlu memberi dorongaan, bantuan dan sokongan kepada murid. Bantuan kemudahan dan sokongan moral perlu dalam pembelajaran mereka. Ibu bapa dan pendidik juga perlu menyediakan segala jenis pengalaman hidup untuk membantu murid mengembangkan bakat atau potensi mereka.
Dalam meniti arus kehidupan untuk membantu murid mengembangkan bakat atau potensi mereka. Di sekolah, terdapat banyak ruang atau peluang-peluang yang diberi atau disediakan kepada pelajar-pelajar untuk mencapai peringkat penyempurnaan kendiri ini seperti pemilihan aktiviti oleh pelajar sendiri, rancangan belajar yang bebas juga sesi bimbingan kaunseling. Melalui aktiviti-aktiviti tersebut pelajar dapat memilih jenis pengetahuan atau kemahiran yang mereka kehendaki dan mereka juga bebas menggunakan masa untuk mengembangkan pengetahuan atau kemahiran itu Apabila pelajar berusaha untuk mencapai peringkat penyempurnaan kendiri, maka mereka mesti belajar dengan tekun, bersungguh-sungguh, serta melipatgandakan usaha melalui arah yang tegas dan berdisiplin. Di samping itu pelajar juga perlu mengetahui had aktiviti mereka.
Dalam membantu para pelajar berjaya mencapai sehingga peringkat ini, guru perlu memainkan peranannya. Guru harus membantu menyuburkan minat, bakat, juga kebolehan pelajar dengan menjadi pembimbing atau fasilitator kepada mereka. Dengan ini pelajar dan guru berjalan seiringan dalam memenuhi satu matlamat. Kesan daripada itu proses pengajaran serta pembelajaran dapat ditingkatkan seterusnya mendatangkan manfaat kepada semua pihak.

2.6 Keperluan Mengetahui
Keperluan mengetahui adalah berkaitan dengan perasaan ingin tahu sesuatu perkara. Ia berhubung juga dengan keperluan mencari, menyusun serta menganalisis sesuatu maklumat. Untuk mengetahui sesuatu perkara, seseorang itu mestilah berusaha mencari jawapan mengenai makna kehidupannya dan tentang kewujudan dirinya. Dalam konteks sekolah, guru mestilah sentiasa mengajar dengan cara ikuiri penemuan dan kajian supaya semua pelajar dapat melibatkan diri dalam proses mencari maklumat dan pemikiran reflektif.

2.7 Keperluan Estetik
Keperluan estetik adalah merujuk kepada keperluan manusia untuk memiliki dan memahami keindahan dan kecantikan dalam dirinya. Salah satu untuk memiliki perasaan tersebut adalah dengan cara memiliki baranganyang cantik dan mempunyai unsur-unsur kesenian dalam dirinya. Akibat keperluan ini manusia sanggup membelanjakan beratus malahan beribu ringgit untuk memiliki barangan yang indah .
Dalam konteks sekolah pula, pelajar perlu digalakkan supaya lebih melibatkan diri dalam aktiviti-aktiviti yang dapat mengembangkan otak kanan mereka seperti dalam bidang drama, muzik dan sebagainya.

Kamis, 10 April 2008

  1. Pemikiran John Dewey Tentang Pendidikan
  1. Pengalaman dan Pertumbuhan
  2. Pemikiran John Dewey banyak dipengaruhi oleh teori evolusi Charles Darwin (1809-1882) yang mengajarkan bahwa hidup di dunia ini merupakan suatu proses, dimulai dari tingkatan terendah dan berkembang maju dan meningkat. Hidup tidak statis, melainkan bersifat dinamis. All is in the making, semuanya dalam perkembangan. Pandangan Dewey mencerminkan teori evolusi dan kepercayaannya pada kapasitas manusia dalam kemajuan moral dan lingkungan masyarakat, khusunya malalui pendidikan.

    Menurut Dewey, dunia ini penciptaannya belum selesai. Segala sesuatu berubah, tumbuh, berkembang, tidak ada batas, tidak statis, dan tidak ada finalnya. Bahkan, hukum moral pun berubah, berkembang menjadi sempurna. Tidak ada batasan hukum moral dan tidak ada prinsip-prinsip abadi, baik tingkah laku maupun pengetahuan.

    Pengalaman (experience) adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Pengalaman merupakan keseluruhan aktivitas manusia yang mencakup segala proses yang saling mempengaruhi antara organisme yang hidup dalam lingkungan sosial dan fisik. Filsafat instrumentalisme Dewey dibangun berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan berpangkal dari pengalaman-pengalaman dan bergerak kembali menuju pengalaman. Untuk menyusun kembali pengalaman-pengalaman tersebut diperlukan pendidikan yang merupakan transformasi yang terawasi dari keadaan tidak menentu ke arah keadaan tertentu. Pandangan Dewey mengenai pendidikan tumbuh bersamaan dengan kerjanya di laboratorium sekolah untuk anak-anak di University of Chicago. Di lembaga ini, Dewey mencoba untuk mengupayakan sekolah sebagai miniatur komunitas yang menggunakan pengalaman-pengalaman sebagai pijakan. Dengan model tersebut, siswa dapat melakukan sesuatu secara bersama-sama dan belajar untuk memantapkan kemampuannya dan keahliannya.

    Sebagai tokoh pragmatisme, Dewey memberikan kebenaran berdasarkan manfaatnya dalam kehidupan praktis, baik secara individual maupun kolektif. Oleh karenanya, ia berpendapat bahwa tugas filsafat memberikan garis-garis arahan bagi perbuatan. Filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran metafisik yang sama sekali tidak berfaedah. Filsafat harus berpijak pada pengalaman dan menyelidiki serta mengolah pengalaman tersebut secara aktif dan kritis. Dengan cara demikian, filsafat menurut Dewey dapat menyusun norma-norma dan nilai-nilai.

  3. Tujuan Pendidikan

Dalam menghadapi industrialisasi Eropa dan Amerika, Dewey berpendirian bahwa sistem pendidikan sekolah harus diubah. Sains, menurutnya, tidak mesti diperoleh dari buku-buku, melainkan harus diberikan kepada siswa melalui praktek dan tugas-tugas yang berguna. Belajar harus lebih banyak difokuskan melalui tindakan dari pada melalui buku. Dewey percaya terhadap adanya pembagian yang tepat antara teori dan praktek. Hal ini membuat Dewey demikian lekat dengan atribut learning by doing. Yang dimaksud di sini bukan berarti ia menyeru anti intelektual, tetapi untuk mengambil kelebihan fakta bahwa manusia harus aktif, penuh minat dan siap mengadakan eksplorasi.

Dalam masyarakat industri, sekolah harus merupakan miniatur lokakarya dan miniatur komunitas. Belajar haruslah dititiktekankan pada praktek dan trial and error. Akhirnya, pendidikan harus disusun kembali bukan hanya sebagai persiapan menuju kedewasaan, tetapi pendidikan sebagai kelanjutan pertumbuhan pikiran dan kelanjutan penerang hidup. Sekolah hanya dapat memberikan kita alat pertumbuhan mental, sedangkan pendidikan yang sebenarnya adalah saat kita telah meninggalkan bangku sekolah, dan tidak ada alasan mengapa pendidikan harus berhenti sebelum kematian menjemput.

Tujuan pendidikan adalah efisiensi sosial dengan cara memberikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan dan kesejahteraan bersama secara bebas dan maksimal. Tata susunan masyarakat yang dapat menampung individu yang memiliki efisiensi di atas adalah sistem demokrasi yang didasarkan atas kebebasan, asas saling menghormati kepentingan bersama, dan asas ini merupakan sarana kontrol sosial. Mengenai konsep demokrasi dalam pendidikan, Dewey berpendapat bahwa dalam proses belajar siswa harus diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat. Siswa harus aktif dan tidak hanya menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru. Begitu pula, guru harus menciptakan suasana agar siswa senantiasa merasa haus akan pengetahuan.

Karena pendidikan merupakan proses masyarakat dan banyak terdapat macam masyarakat, maka suatu kriteria untuk kritik dan pembangunan pendidikan mengandung cita-cita utama dan istimewa. Masyarakat yang demikian harus memiliki semacam pendidikan yang memberikan interes perorangan kepada individu dalam hubungan kemasyarakatan dan mempunyai pemikiran yang menjamin perubahan-perubahan sosial.

Dasar demokrasi adalah kepercayaan dalam kapasitasnya sebagai manusia. Yakni, kepercayaan dalam kecerdasan manusia dan dalam kekuatan kelompok serta pengalaman bekerja sama. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa semua dapat menumbuhkan dan membangkitkan kemajuan pengetahuan dan kebijaksanaan yang dibutuhkan dalam kegiatan bersama.

Ide kebebasan dalam demokrasi bukan berarti hak bagi individu untuk berbuat sekehendak hatinya. Dasar demokrasi adalah kebebasan pilihan dalam perbuatan (serta pengalaman) yang sangat penting untuk menghasilkan kemerdekaan inteligent. Bentuk-bentuk kebebasan adalah kebebasan dalam berkepercayaan, mengekspresikan pendapat, dan lain-lain. Kebebasan tersebut harus dijamin, sebab tanpa kebebasan setiap individu tidak dapat berkembang.

Filsafat tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, karena filsafat pendidikan merupakan rumusan secara jelas dan tegas membahas problema kehidupan mental dan moral dalam kaitannya dengan menghadapi tantangan dan kesulitan yang timbul dalam realitas sosial dewasa ini. Problema tersebut jelas memerlukan pemecahan sebagai solusinya. Pikiran dapat dipandang sebagai instrumen yang dapat menyelesaikan problema dan kesulitan tersebut.

Di dalam filsafat John Dewey disebutkan adanya experimental continum atau rangkaian kesatuan pengalaman, yaitu proses pendidikan yang semula dari pengalaman menuju ide tentang kebiasaan (habit) dan diri (self) kepada hubungan antara pengetahuan dan kesadaran, dan kembali lagi ke pendidikan sebagai proses sosial. Kesatuan rangkaian pengalaman tersebut memiliki dua aspek penting untuk pendidikan, yaitu hubungan kelanjutan individu dan masyarakat serta hubungan kelanjutan pikiran dan benda.

  1. Tinjauan Kritis

Satu hal yang harus digarisbawahi adalah bahwa pragmatisme merupakan filsafat bertindak. Dalam menghadapi berbagai persoalan, baik bersifat psikologis, epistemologis, metafisik, religius dan sebagainya, pragmatisme selalu mempertanyakan bagaimana konsekuensi praktisnya. Setiap solusi terhadap masalah apa pun selalu dilihat dalam rangka konsekuansi praktisnya, yang dikaitkan dengan kegunaannya dalam hidup manusia. Dan konsekuensi praktis yang berguna dan memuaskan manusia itulah yang membenarkan tindakan tadi.

Dalam rangka itulah, kaum pragmatis tidak mau berdiskusi bertele-tele, bahkan sama sekali tidak menghendaki adanya diskusi, malainkan langsung mencari tindakan yang tepat untuk dijalankan dalam situasi yang tepat pula. Kaum pragmatis adalah manusia-manusia empiris yang sanggup bertindak, tidak terjerumus dalam pertengkaran ideologis yang mandul tanpa isi, melainkan secara nyata berusaha memecahkan masalah yang dihadapi dengan tindakan yang konkrit.

Karenanya, teori bagi kaum pragmatis hanya merupakan alat untuk bertindak, bukan untuk membuat manusia terbelenggu dan mandeg dalam teori itu sendiri. Teori yang tepat adalah teori yang berguna, yang siap pakai, dan yang dalam kenyataannya berlaku, yaitu yang mampu memungkinkan manusia bertindak secara praktis. Kebenaran suatu teori, ide atau keyakinan bukan didasarkan pada pembuktian abstrak yang muluk-muluk, melainkan didasarkan pada pengalaman, pada konsekuansi praktisnya, dan pada kegunaan serta kepuasan yang dibawanya. Pendeknya, ia mampu mengarahkan manusia kepada fakta atau realitas yang dinyatakan dalam teori tersebut.

Pragmatisme mempunyai dua sifat, yaitu merupakan kritik terhadap pendekatan ideologis dan prinsip pemecahan masalah. Sebagi kritik terhadap pendekatan ideologis, pragmatisme mempertahankan relevansi sebuah ideologi bagi pemecahan, misalnya fungsi pendidikan. Pragmatisme mengkritik segala macam teori tentang cita-cita, filsafat, rumusan-rumusan abstrak yang sama sekali tidak memiliki konsekuansi praktis. Bagi kaum pragmatis, yang penting bukan keindahan suatu konsepsi melainkan hubungan nyata pada pendekatan masalah yang dihadapi masyarakat.

Sebagai prinsip pemecahan masalah, pragmatisme mengatakan bahwa suatu gagasan atau strategi terbukti benar apabila berhasil memecahkan masalah yang ada, mengubah situasi yang penuh keraguan dan keresahan sedemikian rupa, sehingga keraguan dan keresahan tersebut hilang.

Dalam kedua sifat tersebut terkandung segi negatif pragmatisme dan segi-segi positifnya. Pragmatisme, misalnya, mengabaikan peranan diskusi. Justru di sini muncul masalah, karena pragmatisme membuang diskusi tentang dasar pertanggungjawaban yang diambil sebagai pemecahan atas masalah tertentu. Sedangkan segi positifnya tampak pada penolakan kaum pragmatis terhadap perselisihan teoritis, pertarungaan ideologis serta pembahasan nilai-nilai yang berkepanjangan, demi sesegera mungkin mengambil tindakan langsung.

Dalam kaitan dengan dunia pendidikan, kaum pragmatisme menghendaki pembagian yang tetap terhadap persoalan yang bersifat teoritis dan praktis. Pengembangan terhadap yang teoritis akan memberikan bekal yang bersifat etik dan normatif, sedangkan yang praktis dapat mempersiapkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Proporsionalisasi yang teoritis dan praktis itu penting agar pendidikan tidak melahirkan materialisme terselubung ketika terlalu menekankan yang praktis. Pendidikan juga tidak dapat mengabaikan kebutuhan praktis masyarakat, sebab kalau demikian yang terjadi berarti pendidikan tersebut dapat dikatakan disfungsi, tidak memiliki konsekuansi praktis. @