Kamis, 27 Maret 2008

perkembangan remaja

Masa-Masa Awal Perkembangan Remaja






Banyak sekali peristiwa-peristiwa yang sangat menarik dalam masa-masa awal remaja saya tetapi dari sekian banyak peristiwa tersebut tidak semuanya akan saya paparkan panjang lebar. Masa remaja adalah masa yang paling indah yaitu masa di mana kita mencari jati diri yang sebenarnya, maka dari itu saya ingin maluapkan perasaan saya lewat tulisan.



Pada waktu itu adalah awal dari masa remaja saya, saya masih duduk di bangku sekolah SMP kelas II. Ada suatu peristiwa yang begitu menarik buat saya mungkin kurang menarik buat orang lain. Memang dalam kenyataannya suatu peristiwa itu menarik manakala dialami sendiri oleh pelakunya. Bagi pelakunya suatu peristiwa tertentu merupakan kejadian yang tiada dapat terlupakan atau memiliki keistimewaan tersendiri tetapi bagi orang lain mungkin peristiwa tersebut biasa-biasa saja. Singkatnya cerita, saya baru masuk di kelas II, dalam setiap pergantian tahun ajaran baru setiap kelas harus diacak agar kita saling kenal mengenal. Secara kebetulan, di ruang kelas yang saya tempati ada seorang perempuan yang sangat cantik menurut saya, hidungnya mancung, kulitnya putih dan halus, tubuhnya bagus, rambutnya panjang, namanya Siska.



Siska adalah perempuan yang sangat acuh tak acuh kepada lelaki, maka dari itu banyak laki-laki di kelas saya yang tidak berani mendekati dia. Selain itu dia juga anak orang kaya sehingga dia disegani oleh teman-temannya. Buktinya pada waktu itu hanya dia yang punya handphone dalam satu kelas, sedangkan handphone pada waktu itu masih sangat jarang sekali yang mempunyainya.



Saya sudah pernah bertemu dengannya sejak kelas I. Pada waktu itu hujan sangat lebat dan sekolah pun tergenang air setinggi lutut, akibatnya saya pergi mengelilingi sekolah untuk melihat keadaan di sekitar sekolah. Saya melihat dia ketika dia sedang berdiri di atas kursi sekolah karena air sudah tergenang. Hati saya berkata “ ni cw cantik banget, coba gua bisa deket sama dia pasti gua seneng banget” begitulah perasaan saya kepadanya. Sayang waktu itu saya belum sempat berkenalan dengannya. Hari sudah sore dan kami pun pulang walau hujan rintik-rintik masih terus membasahi bumi.



Pada awal masuknya saya di kelas II, saya sudah tertarik padanya tetapi sayang dia tidak tahu apa yang saya rasakan dalam hati saya. Saya adalah lelaki yang pendiam, tidak berani dengan perempuan, kurang percaya diri dihadapan perempuan, tetapi saya lumayan agak pintar sedikit dalam bidang pelajaran. Hari brganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, dan kira-kira dua bulan berlalu saya pun sudah saling mengenal dengan teman-teman saya termasuk si Dia. Karena saya begitu mangaguminya, suatu ketika saya berkata kepadanya “ Sis loe mirip Wulan Guritno deh” setelah saya berkata demikian dia begitu gembira dan dia berkata “ Rudi terima kasih yah…” dan keesokan harinya kalau saya memanggil namanya, saya tidak lagi memanggilnya dengan nama Siska tetapi Wulan. Memang Siska menurut saya mirip artis Wulan Guritno, bukan hanya saya yang berkata bahwa dia mirip artis Wulan Guritno, tetapi teman-teman saya juga menilai demikian.



Saya benar-benar tidak menyangka setelah dua atau tiga hari kemudian dia jadi sering duduk disamping saya. Seorang perempuan yang acuh tak acuh kepada lelaki dan secantik dia kok bisa jadi sering duduk di samping saya. Bahkan ketika teman satu meja saya duduk di sebelah saya dia menyuruhnya bangun agar dia bisa duduk di samping saya. Saya sebagai lelaki yang sangat mengaguminya merasa sangat bahagia. Hampir setiap hari saya duduk bersamanya sambil mengobrol apa saja yang menarik. Karena semakin seringnya saya duduk dengannya, sebagai lelaki saya jadi sering bertanya pada perasaan saya sendiri “kenapa yah cw secantik dan yang selalu acuh kepada cowo kok bisa jadi sering duduk sama gue…”. Mustahil perempuan seacuh dia bisa bersikap begitu, pasti ada suatu hal yang sangat intim di balik itu semua. Sikap yang diberikan kepada saya dengan sikap yang diberikan kepada teman-temannya sangat jauh berbeda. Tutur katanya sangat lembut kepada saya, tetapi kepada teman-temannya biasa-biasa saja. Itulah yang membuat saya selalu ingat kepadanya, makan ingat dia, mandi ingat dia, mau tidur ingat dia, dan hari-hari saya selalu ada bayangan-bayangannya. Pernah suatu ketika sekolah mengadakan study tour ke Bandung. Karena jauhnya perjalanan maka perjalan pulangnya dimalam hari, saya duduk di kursi paling depan pada bus itu dan Siska duduk di kursi tengah. Di bagaian depan ada beberapa guru pembimbing dan salah seorang guru membawa anak kecil, karena sudah malam anak itu mengantuk dan tidur dikursi sebelah saya. Disaat itu juga Siska datang dan menemani saya sambil ngobrol-ngobrol, saya begitu gembira dengan datangnya Siska ke kursi bagian depan. Walaupun kami belum jadian tetapi perasaan kami sudah hampir menyatu dan saya semakin yakin bahwa dia memang menyukai saya.



Saya memang bodoh dan kurang percaya diri pada perempuan, kalau saya menyukai seorang perempuan, saya tidak berani mengungkapkan perasaan saya, cukup saya pendam dalam lubuk hati saya yang paling dalam. Perempuan yang sudah begitu dekat dan sudah ada tanda-tanda kalau dia suka, saya masih belum berani mengungkapkan perasaan saya, saya begitu egois hingga saya berharap kalau memang dia menyukai saya, dialah yang harus menembak saya, sebagai perempuan yang baik tidak mungkin dia dahulu yang menembak saya. Tetapi dibalik keegoisan saya, saya juga berpikir jauh kedepan, saya disekolahkan oleh orang tua untuk belajar dengan sungguh-sungguh dan bukan untuk pacaran kemudian saya juga berpikir seandainya saya jadian, belum tentu segalanya akan selalu baik dan indah, suatu ketika pasti timbul masalah dan dapat mengganggu konsentrasi belajar saya dan dapat menghambat serta dapat menghancurkan prestasi saya. Akhirnya timbullah suatu konflik batin dalam diri saya



Karena begitu dekatnya saya kepada dia maka timbullah gosip yang menyatakan bahwa saya ditembak oleh Siska. Saya dibawa ke kelasa kosong oleh teman-teman perempuan saya dan di situlah Saya ditanya-tanya oleh teman-teman perempuan saya “ loe bener ditembak Siska?....” Tanya mereka. “ Ngga kok.. gue belum jadian sama Siska” saya menjawab. Saya jadi bingung, mengapa mereka begitu penasarannya terhadap saya padahal saya memang belum jadian denganya, sebelumnya saya berpikir mungkin karena begitu dekatnya saya dengan Siska hingga mereka berasumsi bahwa saya sudah jadian dan saya yang ditembak olehnya karena bukan saya yang aktif mendekati dia tetapi siska yang terus mendekati saya. Sejak peristiwa itu kami sudah agak jauh. Setelah beberapa hari kemudian, ada salah satu teman perempuan saya yang memberitahu saya bahwa perempuan yang begitu penasarannya terhadap hubungan saya dengan Siska Ternyata menyukai saya. Alangkah terkejut perasaan saya ketika mendengar semua itu karena dia adalah teman saya sejak SD. Ada salah seorang teman saya ketika di SD sangat menyukai dia tetapi dia selalu menghindar dan tidak memberinya harapan dan kesempatan sedikitpun tetapi tidak demikian untuk saya, dia begitu perhatian kepada saya walau perhatiannya itu saya anggap sebagai perhatian teman biasa dan tidak lebih dari itu. Akhirnya saya merasa sangat bersalah karena saya tidak bisa menerimanya sebagai kekasih, hati saya hanya milik siska walau pada kenyataannya Siska belum jadi milik saya, bukankah “cinta itu tak harus memiliki”. Akhirnya waktu juga yang memisahkan kami karena setelah kenaikan kelas, kami sudah tidak bersama lagi. Jangankan bisa dekat dengan jarak kelas yang jauh, dalam satu kelas pun saya tidak berani mengungkapkan perasaan saya. Walaupun saya belum bisa memilikinya namun hati saya sudah bahagia karena orang yang saya kagumi bisa dekat dengan saya Kini hanyalah tinggal kenangan yang tiada dapat saya lupakan dimasa awal remaja saya. Mungkin hanya itu yang bisa saya paparkan dari sejumlah kecil peristiwa-peristiwa menarik yang saya alami diawal usia remaja saya.











. Rudi Sopiadi




Rabu, 05 Maret 2008

perkembangan remaja

Kasus Penyalahgunaan Narkotika Ditinjau dari Ilmu Kesehatan Jiwa (Psikiatri)
Oleh: Dr. Murcuanto Diwanto (psikiater)
BAB IPENDAHULUAN
1. Umum
Dengan peningkatan keprihatinan dan kepedulian dari kalangan profesi ilmiah khususnya kalangan Perguruan Tinggi atau Universitas terhadap masalah Penyalahgunaan Narkotika, yang kini pada hari ini ditindaklanjuti dengan sebuah seminar yang membahas masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya, maka perlulah dikemukakan semacam pengantar untuk menjadi bahan diskusi dalam membahas masalah tersebut.
Masalah penyalahgunaan narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya tersebut pada intinya adalah juga merupakan masalah yang menjadi perhatian khususnya dari para sarjana kedokteran dan lebih khusus lagi para sarjana Kedokteran Jiwa. (Psikiatri).
Untuk maksud tersebut di atas, tulisan ini diajukan untuk menjadi bahan atau salah satu materi diskusi dalam acara membahas masalah Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
2. Pengertian
Obat adalah suatu zat yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh manusia yakni apabila dimasukkan ke dalam tubuh manusia dan menurut petunjuk dokter. Pemakaian obat-obatan untuk diri sendiri tanpa indikasi dan tidak bertujuan medis disebut sebagai Penyalahgunaan Zat (drug abuse).
Tindakan atau kasus tersebut merupakan perbuatan yang merugikan diri sendiri (karena dapat menimbulkan ketergantungan zat, keracunan akut atau kematian dan merugikan orang lain (karena si penyalahguna mampu mengganggu ketertiban dan mempengaruhi orang lain agar mau seperti dirinya).
Pada umumnya obat atau zat yang disalahgunakan adalah zat yang termasuk golongan obat psikoaktif (psychoactive drugs), yaitu obat yang dapat memberikan perubahan-perubahan pada fungsi mental (pikiran dan perasaan, kesadaran, persepsi tingkah laku) dan fungsi motorik.
Zat ini mempunyai potensi untuk menimbulkan ketergantungan, baik fisik maupun secara psikis atau kedua-duanya.
Selain zat mempunyai efek tertentu terhadap tubuh manusia dan salah satu efek yang terdapat pada golongan psikoaktif dan Narkotika adalah kemampuannya untuk menimbulkan ketergantungan, sehingga zat ini disebut zat yang dapat menimbulkan ketergantungan (dependence producing drugs) yaitu antara lain:
Alkohol misalnya minuman keras.
Narkotika misalnya, morfin, heroin, dan Pethidine.
Kanabis misalnya Marjuana atau ganja.
Penekan susunan syaraf pusat misalnya Mandrax, Rohypnol, Magadon, Nitrazepan, Sedatin (pil BK/pil anjing).
Perangsang susunan syaraf pusat misalnya Amfetamin, (yang pada akhir-akhir ini, dengan dicampur dengan zat lain disebut sebagai Pil Ecstasy dan sebagainya).
Dari uraian di atas jelaslah bahwa tindakan penyalahgunaan zat mempunyai kaitan yang erat dengan masalah ketergantungan zat (drug dependence). Yang dimaksud dengan ketergantungan zat adalah suatu kondisi yang memaksa seseorang menggunakan zat tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan mental atau menghindari diri dari penderitaan fisik dan mental (gejala ketagihan). Pada keadaan ini seseorang tidak dapat menghentikan pemakaian zat tersebut dan ia dapat mengalami ketergantungan pada satu macam zat saja atau lebih.
Penyembuhan atau pengobatan ketergantungan zat merupakan suatu hal yang sulit, oleh karena itu maka tindakan pencegahan merupakan upaya yang sangat penting.
Penyalahgunaan zat (NAPZA) di Indonesia merupakan masalah yang mulai timbul sejak + 26 tahun yang lalu. Masalah ini makin besar dan meluas sehingga pada akhirnya dinyatakan sebagai masalah nasional yang dalam penanggulangannya perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Pada tahun 1971 terbentuk Badan yang disebut BAKOLAK INPRES 6/1971.
Berdasarkan penelitan dan pengamatan berbagai pihak didapatkan kesan bahwa mereka yang menyalahgunakan zat kebanyakan tergolong dalam usia muda.
Mereka merupakan kelompok yang mempunyai resiko tinggi (high risk). Masa remaja merupakan suatu masa yang peka terhadap segala macam bentuk gangguan. Para remaja membutuhkan bentuan dan perhatian orang tua dan guru atau pembimbingnya dalam melewati masa ini dengan tenang dan wajar. Bantuan dan perhatian ini dapat diberikan kalau kita mamahami porblems mereka dan mengetahui berbagai faktor yang mungkin dapat menimbulkan porblem, khususnya yang menyangkut masalah penyalahgunaan zat; yakni antara lain ilmu kesehatan jiwa.
3. Keadaan Khas Masa Remaja
Sebagai peralihan dari masa anak menuju ke masa dewasa, masa remaja merupakan masa yang penuh dengan kesulitan dan gejola, baik bagi remaja sendiri maupun bagi orang tuanya. Seringkali karena ketidaktahuan dari orang tua mengenai keadaan masa remaja tersebut ternyata mampu menimbulkan bentrokan dan kesalahpahaman antara remaja dengan orang tua yakni dalam keluarga atau ramaja dengan lingkungannya.
Hal tersebut di atas tentunya tidak membantu si remaja untuk melewati masa ini dengan wajar, sehingga berakibat terjadinya berbagai macam gangguan tingkah laku seperti penyalahgunaan zat, atau kenakalan remaja atau gangguan mental lainnya. Orang tua seringkali dibuat bingung atau tidak berdaya dalam menghadapi perkembangan anak remajanya dan ini menambah parahnya gangguan yang diderita oleh anak remajanya.
Untuk menghindari hal tersebut dan mampu menentukan sikap yang wajar dalam menghadapi anak remaja, kita sekalian diharapkan memahami perkembangan remajanya beserta ciri-ciri khas yang terdapat pada masa perkembangan tersebut. Dengan ini diharapkan bahwa kita (yang telah dewasa) agar memahami atas perubahan-perubahan yang terjadi pada diri anak dan remaja pada saat ia mamasuki masa remajanya.
Begitu pula dengan memahami dan membina anak/remaja agar menjadi individu yang sehat dalam segi kejiwaan serta mencegah bentuk kenakalan remaja perlu memahami proses tumbuh kembangnya dari anak sampai dewasa.
4. Beberapa Ciri Khas Masa Remaja adalah:
Perubahan peranan Perubahan dari masa anak ke masa remaja membawa perubahan pada diri seorang individu. Kalau pada masa anak ia berperanan sebagai seorang individu yang bertingkah laku dan beraksi yang cenderung selalu bergantung dan dilingungi, maka pada masa remaja ia diharapkan untuk mampu berdiri sendiri dan ia pun berkeinginan mandiri. Akan tetapi sebenarnya ia masih membutuhkan perlindungan dan tempat bergantung dari orang tuanya. Pertentangan antara keinginan untuk bersikap sebagai individu yang mampu berdiri sendiri dengan keinginan untuk tetap bergantung dan dilindungi, akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Akibat konflik ini, dalam diri remaja timbul kegelisahan dan kecemasan yang akan mewarnai sikap dan tingkah lakunya. Ia menjadi mudah sekali tersinggung, marah, kecewa dan putus asa.
Daya fantasi yang berlebihan Keterbatasan kemampuan yang ada pada diri remaja menyebabkan ia tidak selalu mampu untuk memenuhi berbagai macam dorongan kebutuhan dirinya.
Ikatan kelompok yang kuat Ketidakmampuan remaja dalam menyalurkan segala keinginan dirinya menyebabkan timbulnya dorongan yang kuat untuk berkelompok. Dalam kelompok, segala kekuatan dirinya seolah-olah dihimpun sehingga menjadi sesuatu kekuatan yang besar. Remaja akan merasa lebih aman dan terlindungi apabila ia berada di tengah-tengah kelompoknya. Oleh karena itu ia berusaha keras untuk dapat diakui oleh kelompoknya dengan cara menyamakan dirinya dengan segala sesuatu yang ada dalam kelompoknya. Rasa setia kawan terjalin dengan erat dan kadang-kadang menjurus ke arah tindak yang membabi buta.
Krisis identitas Tujuan akhir dari suatu perkembangan remaja adalah terbentuknya identitas diri. Dengan terbentuknya identitas diri, seorang individu sudah dapat memberi jawaban terhadap pertanyaan: siapakah, apakah saya mampu dan dimanakah tempat saya berperan. Ia telah dapat memahami dirinya sendiri, kemampuan dan kelamahan dirinya serta peranan dirinya dalam lingkungannya. Sebelum identitas diri terbentuk, pada umumnya akan terjadi suatu krisis identitas. Setiap remaja harus mampu melewati krisisnya dan menemukan jatidirinya.
5. Berbagai Motivasi Dalam Penyalahgunaan Obat
Motivasi dalam penyalahgunaan zat dan narkotika ternyata menyangkut motivasi yang berhubungan dengan keadaan individu (motivasi individual) yang mengenai aspek fisik, emosional, mental-intelektual dan interpersonal.
Di samping adanya motivasi individu yang menimbulkan suatu tindakan penyalahgunaan zat, masih ada faktor lain yang mempunyai hubungan erat dengan kondisi penyalahgunaan zat yaitu faktor sosiokultural seperti di bawah ini; dan ini merupakan suasana hati menekan yang mendalam dalam diri remaja; antara lain:
Perpecahan unit keluarga misalnya perceraian, keluarga yang berpindah-pindah, orang tua yang tidak ada/jarang di rumah dan sebagainya.
Pengaruh media massa misalnya iklan mengenai obat-obatan dan zat.
Perubahan teknologi yang cepat.
Kaburnya nilai-nilai dan sistem agama serta mencairnya standar moral; (hal ini berarti perlu pembinaan Budi Pekerti – Akhlaq)
Meningkatnya waktu menganggur.
Ketidakseimbangan keadaan ekonomi misalnya kemiskinan, perbedaan ekonomi etno-rasial, kemewahan yang membosankan dan sebagainya.
Menjadi manusia untuk orang lain.
Adanya faktor-faktor sosial kultural seperti yang dikemukakan di atas akan mempengaruhi kehidupan manusia dan dapat menimbulkan motivasi tertentu untuk mamakai zat. Pengaruh ini akan terasa lebih jelas pada golongan usia remaja, karena ditinjau dari sudut perkembangan, remaja merupakan individu yang sangat peka terhadap berbagai pengaruh, baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya atau lingkungan.
BAB II
UPAYA PENCEGAHAN
UPAYA PENCEGAHAN MASALAH PENYALAHGUNAAN ZAT
Karakteristik psikogis yang khas pada remaja merupakan faktor yang memudahkan terjadinya tindakan penyalahgunaan zat.
Namun demikian, untuk terjadinya hal tersebut masih ada faktor lain yang memainkan peranan penting yaitu faktor lingkungan si pemakai zat. Faktor lingkungan tersebut memberikan pengaruh pada remaja dan mencetuskan timbulnya motivasi untuk menyalahgunakan zat. Dengan kata lain, timbulnya masalah penyalahgunaan zat dicetuskan oleh adanya interaksi antara pengaruh lingkungan dan kondisi psikologis remaja.
Di dalam upaya pencegahan, tindakan yang dijalankan dapat diarahkan pada dua sasaran proses. Pertama diarahkan pada upaya untuk menghindarkan remaja dari lingkungan yang tidak baik dan diarahkan ke suatu lingkungan yang lebih membantu proses perkembangan jiwa remaja. Upaya kedua adalah membantu remaja dalam mengembangkan dirinya dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan (suatu proses pendampingan kepada si remaja, selain: pengaruh lingkungan pergaulan di luar selain rumah dan sekolah).
Jadi remaja sebenarnya berada dalam 3 (tiga) pengaruh yang sama kuat, yakni sekolah (guru), lingkungan pergaulan dan rumah (orang tua dan keluarga); serta ada 2 buah proses yakni menghindar dari lingkungan luar yang jelek, dan proses dalam diri si remaja untuk mandiri dan menemukan jatidirinya.
Dalam rangka membimbing dan mengarahkan perkembangan remaja, bidang yang menjadi pusat perhatian adalah:
Sikap dan tingkah laku.
Emosional
Mental – intelektual
Sosial
Pembentukan identitas diri.
Tindakan apa yang harus dan dapat dilakukan, secara garis besar akan diuraikan di bawah ini:
Sikap dan tingkah laku
Tujuan dari suatu perkembangan remaja secara umum adalah merubah sikap dan tingkah lakunya, dari cara yang kekanak-kanakan menjadi cara yang lebih dewasa. Sikap kekanak-kanakan seperti mementingkan diri sendiri (egosentrik), selalu menggantungkan diri pada orang lain, menginginkan pemuasan segera, dan tidak mampu mengontrol perbuatannya, harus diubah menjadi mampu memperhatikan orang lain, berdiri sendiri, menyesuaikan keinginan dengan kenyataan yang ada dan mengontrol perbuatannya sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
Untuk itu dibutuhkan perhatian dan bimbingan dari pihak orang tua. Orang tua harus mampu untuk memberi perhatian, memberikan kesempatan untuk remaja mencoba kemampuannya. Berikan penghargaan dan hindarkan kritik dan celaan.
Emosional
Untuk mendapatkan kebebasan emosional, remaja mencoba merenggangkan hubungan emosionalnya dengan orang tua; ia harus dilatih dan belajar untuk memilih dan menentukan keputusannya sendiri. Usaha ini biasanya disertai tingkah laku memberontak atau membangkang. Dalam hal ini diharapkan pengertian orang tua untuk tidak melakukan tindakan yang bersifat menindas, akan tetapi berusaha membimbingnya secara bertahap. Udahakan jangan menciptakan suasana lingkungan yang lain, yang kadang-kadang menjerumuskannya. Anak menjadi nakal, pemberontak dan malah mempergunakan narkotika (menyalahgunakan obat).
Mental – intelektual
Dalam perkembangannya mental – intelektual diharapkan remaja dapat menerima emosionalnya dengan memahami mengenai kelebihan dan kekurangan dirinya. Dengan begitu ia dapat membedakan antara cita-cita dan angan-angan dengan kenyataan sesungguhnya.
Pada mulanya daya pikir remaja banyak dipengaruhi oleh fantasi, sejalan dengan meningkatnya kemampuan berpikir secara abstrak. Pikiran yang abstrak ini seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dan dapat menimbulkan kekecewaan dan keputusasaan. Untuk mengatasi hal ini dibutuhkan bantuan orang tua dalam menumbuhkan pemahaman diri tentang kemampuan yang dimilikinya berdasarkan kemampuan yang dimilikinya tersebut. Jangan membebani remaja dengan berbagai macam harapan dan angan-angan yang kemungkinan sulit untuk dicapai.
Sosial
Untuk mencapai tujuan perkembangan, remaja harus belajar bergaul dengan semua orang, baik teman sebaya atau tidak sebaya, maupun yang sejenis atau berlainan jenis. Adanya hambatan dalam hal ini dapat menyebabkan ia memilih satu lingkungan pergaulan saja misalnya suatu kelompok tertentu dan ini dapat menjurus ke tindakan penyalahgunaan zat. Sebagaimana kita ketahui bahwa ciri khas remaja adalah adanya ikatan yang erat dengan kelompoknya.
Hal ini menimbulkan ide, bagaimana caranya agar remaja memiliki sifat dan sikap serta rasa (Citra: disiplin dan loyalitas terhadap teman, orang tua dan cita-citanya. Selain itu juga kita sebagai orang tua dan guru, harus mampu menumbuhkan suatu Budi Pekerti/Akhlaq yang luhur dan mulia; suatu keberanian untuk berbuat yang mulia dan menolong orang lain dan menjadi teladan yang baik.
Pembentukan identitas diri
Akhir daripada suatu perkembangan remaja adalah pembentukan identitas diri. Pada saat ini segala norma dan nilai sebelumnya merupakan sesuatu yang datang dari luar dirinya dan harus dipatuhi agar tidak mendapat hukuman, berubah menjadi suatu bagian dari dirinya dan merupakan pegangan atau falsafah hidup yang menjadi pengendali bagi dirinya. Untuk mendapatkan nilai dan norma tersebut diperlukan tokoh identifikasi yang menurut penilaian remaja cukup di dalam kehidupannya. Orang tua memegang peranan penting dalam preoses identifikasi ini, karena mereka dapat membantu remajanya dengan menjelaskan secara lebih mendalam mengenai peranan agama dlam kehidupan dewasa, sehingga penyadaran ini memberikan arti yang baru pada keyakinan agama yang telah diperolehnya. Untuk dapat menjadi tokoh identifikasi, tokoh tersebut harus menjadi kebanggaan bagi remaja. Tokoh yang dibanggakan itu dapat saja berupa orang tua sendiri atau tokoh lain dalam masyarakat, baik yang masih ada maupun yang hanya berasal dari sejarah atau cerita.
Sebagai ikhtisar dari apa yang dapat dilakukan orang tua dan guru dalam upaya pencegahan, dapat dikemukakan sebagai berikut:
Memahami sikap dan tingkah laku remaja dan menghadapinya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
Memberikan perhatian yang cukup baik dalam segi material, emosional, intelektual, dan sosial.
Memberikan kebebasan dan keteraturan serta secara bersamaan pengarahan terhadap sikap, perasaan dan pendapat remaja.
Menciptakan suasana rumah tangga/keluarga yang harmonis, intim, dan penuh kehangatan bagi remaja.
Memberikan penghargaan yang layak terhadap pendapat dan prestasi yang baik.
Memberikan teladan yang baik kepada remaja tentang apa yang baik bagi remaja.
Tidak mengharapkan remaja melakukan sesuatu yang ia tidak mampu atau orang tua tidak melaksanakannya (panutan dan keteladanan).
Apa yang dikemukakan di atas hanyalah merupakan petikan secara umum dan dalam penerapannya harus disesuaikan dengan kondisi yang ada pada diri remaja maupun orang tua dan guru. Dengan begitu maka setiap orang tua dan guru harus mampu untuk menafsirkan apa yang dimaksud dan menerapkannya sesuai dengan apa yang diharapkan.
Yang paling penting adalah pengenalan diri sendiri dari pihak orang tua sebelum mereka mengharapkan remajanya mengenal dirinya. Dengan kata lain, apa yang diharapkan dari remaja harus dapat dilaksanakan terlebih dahulu oleh orang tua dan guru.