Masa-Masa Awal Perkembangan Remaja
Banyak sekali peristiwa-peristiwa yang sangat menarik dalam masa-masa awal remaja saya tetapi dari sekian banyak peristiwa tersebut tidak semuanya akan saya paparkan panjang lebar. Masa remaja adalah masa yang paling indah yaitu masa di mana kita mencari jati diri yang sebenarnya, maka dari itu saya ingin maluapkan perasaan saya lewat tulisan.
Pada waktu itu adalah awal dari masa remaja saya, saya masih duduk di bangku sekolah SMP kelas II. Ada suatu peristiwa yang begitu menarik buat saya mungkin kurang menarik buat orang lain. Memang dalam kenyataannya suatu peristiwa itu menarik manakala dialami sendiri oleh pelakunya. Bagi pelakunya suatu peristiwa tertentu merupakan kejadian yang tiada dapat terlupakan atau memiliki keistimewaan tersendiri tetapi bagi orang lain mungkin peristiwa tersebut biasa-biasa saja. Singkatnya cerita, saya baru masuk di kelas II, dalam setiap pergantian tahun ajaran baru setiap kelas harus diacak agar kita saling kenal mengenal. Secara kebetulan, di ruang kelas yang saya tempati ada seorang perempuan yang sangat cantik menurut saya, hidungnya mancung, kulitnya putih dan halus, tubuhnya bagus, rambutnya panjang, namanya Siska.
Siska adalah perempuan yang sangat acuh tak acuh kepada lelaki, maka dari itu banyak laki-laki di kelas saya yang tidak berani mendekati dia. Selain itu dia juga anak orang kaya sehingga dia disegani oleh teman-temannya. Buktinya pada waktu itu hanya dia yang punya handphone dalam satu kelas, sedangkan handphone pada waktu itu masih sangat jarang sekali yang mempunyainya.
Saya sudah pernah bertemu dengannya sejak kelas I. Pada waktu itu hujan sangat lebat dan sekolah pun tergenang air setinggi lutut, akibatnya saya pergi mengelilingi sekolah untuk melihat keadaan di sekitar sekolah. Saya melihat dia ketika dia sedang berdiri di atas kursi sekolah karena air sudah tergenang. Hati saya berkata “ ni cw cantik banget, coba gua bisa deket sama dia pasti gua seneng banget” begitulah perasaan saya kepadanya. Sayang waktu itu saya belum sempat berkenalan dengannya. Hari sudah sore dan kami pun pulang walau hujan rintik-rintik masih terus membasahi bumi.
Pada awal masuknya saya di kelas II, saya sudah tertarik padanya tetapi sayang dia tidak tahu apa yang saya rasakan dalam hati saya. Saya adalah lelaki yang pendiam, tidak berani dengan perempuan, kurang percaya diri dihadapan perempuan, tetapi saya lumayan agak pintar sedikit dalam bidang pelajaran. Hari brganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, dan kira-kira dua bulan berlalu saya pun sudah saling mengenal dengan teman-teman saya termasuk si Dia. Karena saya begitu mangaguminya, suatu ketika saya berkata kepadanya “ Sis loe mirip Wulan Guritno deh” setelah saya berkata demikian dia begitu gembira dan dia berkata “ Rudi terima kasih yah…” dan keesokan harinya kalau saya memanggil namanya, saya tidak lagi memanggilnya dengan nama Siska tetapi Wulan. Memang Siska menurut saya mirip artis Wulan Guritno, bukan hanya saya yang berkata bahwa dia mirip artis Wulan Guritno, tetapi teman-teman saya juga menilai demikian.
Saya benar-benar tidak menyangka setelah dua atau tiga hari kemudian dia jadi sering duduk disamping saya. Seorang perempuan yang acuh tak acuh kepada lelaki dan secantik dia kok bisa jadi sering duduk di samping saya. Bahkan ketika teman satu meja saya duduk di sebelah saya dia menyuruhnya bangun agar dia bisa duduk di samping saya. Saya sebagai lelaki yang sangat mengaguminya merasa sangat bahagia. Hampir setiap hari saya duduk bersamanya sambil mengobrol apa saja yang menarik. Karena semakin seringnya saya duduk dengannya, sebagai lelaki saya jadi sering bertanya pada perasaan saya sendiri “kenapa yah cw secantik dan yang selalu acuh kepada cowo kok bisa jadi sering duduk sama gue…”. Mustahil perempuan seacuh dia bisa bersikap begitu, pasti ada suatu hal yang sangat intim di balik itu semua. Sikap yang diberikan kepada saya dengan sikap yang diberikan kepada teman-temannya sangat jauh berbeda. Tutur katanya sangat lembut kepada saya, tetapi kepada teman-temannya biasa-biasa saja. Itulah yang membuat saya selalu ingat kepadanya, makan ingat dia, mandi ingat dia, mau tidur ingat dia, dan hari-hari saya selalu ada bayangan-bayangannya. Pernah suatu ketika sekolah mengadakan study tour ke Bandung. Karena jauhnya perjalanan maka perjalan pulangnya dimalam hari, saya duduk di kursi paling depan pada bus itu dan Siska duduk di kursi tengah. Di bagaian depan ada beberapa guru pembimbing dan salah seorang guru membawa anak kecil, karena sudah malam anak itu mengantuk dan tidur dikursi sebelah saya. Disaat itu juga Siska datang dan menemani saya sambil ngobrol-ngobrol, saya begitu gembira dengan datangnya Siska ke kursi bagian depan. Walaupun kami belum jadian tetapi perasaan kami sudah hampir menyatu dan saya semakin yakin bahwa dia memang menyukai saya.
Saya memang bodoh dan kurang percaya diri pada perempuan, kalau saya menyukai seorang perempuan, saya tidak berani mengungkapkan perasaan saya, cukup saya pendam dalam lubuk hati saya yang paling dalam. Perempuan yang sudah begitu dekat dan sudah ada tanda-tanda kalau dia suka, saya masih belum berani mengungkapkan perasaan saya, saya begitu egois hingga saya berharap kalau memang dia menyukai saya, dialah yang harus menembak saya, sebagai perempuan yang baik tidak mungkin dia dahulu yang menembak saya. Tetapi dibalik keegoisan saya, saya juga berpikir jauh kedepan, saya disekolahkan oleh orang tua untuk belajar dengan sungguh-sungguh dan bukan untuk pacaran kemudian saya juga berpikir seandainya saya jadian, belum tentu segalanya akan selalu baik dan indah, suatu ketika pasti timbul masalah dan dapat mengganggu konsentrasi belajar saya dan dapat menghambat serta dapat menghancurkan prestasi saya. Akhirnya timbullah suatu konflik batin dalam diri saya
Karena begitu dekatnya saya kepada dia maka timbullah gosip yang menyatakan bahwa saya ditembak oleh Siska. Saya dibawa ke kelasa kosong oleh teman-teman perempuan saya dan di situlah Saya ditanya-tanya oleh teman-teman perempuan saya “ loe bener ditembak Siska?....” Tanya mereka. “ Ngga kok.. gue belum jadian sama Siska” saya menjawab. Saya jadi bingung, mengapa mereka begitu penasarannya terhadap saya padahal saya memang belum jadian denganya, sebelumnya saya berpikir mungkin karena begitu dekatnya saya dengan Siska hingga mereka berasumsi bahwa saya sudah jadian dan saya yang ditembak olehnya karena bukan saya yang aktif mendekati dia tetapi siska yang terus mendekati saya. Sejak peristiwa itu kami sudah agak jauh. Setelah beberapa hari kemudian, ada salah satu teman perempuan saya yang memberitahu saya bahwa perempuan yang begitu penasarannya terhadap hubungan saya dengan Siska Ternyata menyukai saya. Alangkah terkejut perasaan saya ketika mendengar semua itu karena dia adalah teman saya sejak SD. Ada salah seorang teman saya ketika di SD sangat menyukai dia tetapi dia selalu menghindar dan tidak memberinya harapan dan kesempatan sedikitpun tetapi tidak demikian untuk saya, dia begitu perhatian kepada saya walau perhatiannya itu saya anggap sebagai perhatian teman biasa dan tidak lebih dari itu. Akhirnya saya merasa sangat bersalah karena saya tidak bisa menerimanya sebagai kekasih, hati saya hanya milik siska walau pada kenyataannya Siska belum jadi milik saya, bukankah “cinta itu tak harus memiliki”. Akhirnya waktu juga yang memisahkan kami karena setelah kenaikan kelas, kami sudah tidak bersama lagi. Jangankan bisa dekat dengan jarak kelas yang jauh, dalam satu kelas pun saya tidak berani mengungkapkan perasaan saya. Walaupun saya belum bisa memilikinya namun hati saya sudah bahagia karena orang yang saya kagumi bisa dekat dengan saya Kini hanyalah tinggal kenangan yang tiada dapat saya lupakan dimasa awal remaja saya. Mungkin hanya itu yang bisa saya paparkan dari sejumlah kecil peristiwa-peristiwa menarik yang saya alami diawal usia remaja saya.
. Rudi Sopiadi